Hasanuddinwasat pada tahun 1570. Penggantinya adalah sultan yusuf. Pada masa pemerintahan sultan yusuf berhasil menguasai kerajaan pajajaran (1579), dan raja pajajaran prabu sedah tewas dalam pertempuran ini. Dengan takluknya kerajaan pajajaran berarti runtuhlah kerajaan hindu di jawa barat. Sultan yusuf wafat tahun 1570.
- Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa Sulawesi Selatan yang memerintah pada 1639-1653. Sebagai Raja Gowa, Sultan Hasanuddin memiliki nama lengkap I Mallombasi Dg Mattawang Muhammad Basir Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri ke 16 Kerajaan Gowa ini lahir pada 12 Januari 1631. Sultan Hasanuddin memiliki nama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bontomangepe. Setelah naik tahta barulah dia bergelar Sultan Hasanuddin. Sebelum Sultan Hasanuddin menduduki singgasana, masyarakat Gowa sudah tidak suka dengan bangsa barat yang menguasai remah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku. Perlawanan dengan bangsa barat baru terjadi setelah kerajaan Gowa dipimpin Sultan Hasanuddin. Baca juga Kekalahan Sultan Hasanuddin Melawan VOC Perjuangan Sultan Hasanuddin vs VOC Pada 1653 - 1670, kebebasan berdagang di laut lepas tetap menjadi garis kebijakan Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Hal ini mendapat tantangan dari Vereenigde Oostindische Compagnie VOC. VOC merupakanpersekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk akvitas perdagangan di Asia. Pada akhirnya kondisi ini menimbulkan konflik dan perseteruan yang mencapai puncaknyasaat Sultan Hasanuddin menyerang posisi Balanda di Buton. Sultan Hasanuddin mengawali perlawanan dengan VOC pada 1660. Di bawah komando Sultan Hasanuddin, pasukan Kerajaan Gowa yang terkenal dengan ketangguhan armada lautnya mulai mengumpulkan kekuatan bersama kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk menentang dan melawan VOC. VOC tidak tinggal diam, VOC juga menjalin kerja sama dengan Kerajaan Bone yang sebelumnya memiliki hubungan yang kurang baik dengan Kerajaan Gowa. Kondisi ini dimanfaatkan VOC untuk menghimpun kekuatan guna menghancurkan Kerajaan Gowa. Baca juga Biografi Sultan Hasanuddin, si Ayam Jantan dari Timur Namun, armada militer Kerajaan Gowa Masih terlalu tangguh untuk menghancurkan VOC dan para sekutunya. Pada 1663, pemimpin Kerajaan Bone bernama Arung Palakka melarikan diri ke Batavia untukmenghindari kejaran tentara Gowa. Di pusat pemerintahan Hindia-Belanda, dia berlindung sekaligus meminta bantuan VOC untukmenghancukan Kerajaan Gowa. Setelah 3 tahun berselang, tepatnya 24 November 1966, terjadi pergerakan besar-besaran yang dilakukan pasukan VOC di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman. Armada laut VOC itu meninggalkan pelabuhan Batavia menuju ke Sombaopu ibukota Gowa. Pada 19 Desember 1666, armada VOC sampai di Sombaopu, ibukota sekaligus pelabuhan Kerajaan Speelman bermaksud menggertak Sultan Hasanuddin. Namun karena, Sultan Hasanuddin tak gentar, Speelman segera menyerukan tuntutan agar Kerajaan Gowa membayar segala kerugian. Kerugian yang dimaksud berhubungan dengan pembunuhan orang-orang Belanda oleh Makassar. Baca juga Makam Putri Sultan Hasanuddin Terancam Digusur, Ini Penjelasan Pemkab Mempawah Karena peringatan VOC tidak diindahkan, Speelman mulai mengadakan tembakan meriam terhadap kedudukan dan pertahanan orang-orang Gowa. Tembakan-tembakan meriam kapal-kapal VOC dibalas juga dengan dentuman-dentuman meriam yang gencar dilancarkan pihak Gowa. Maka, terjadilah tembakan-tembakan duel meriam antara armada kapal-kapal VOC denganbenteng pertahanan Kerajaan Gowa. Pertempuran hebat terus terjadi, armada VOC dibantu pasukan Kerajaan Bone yang berada di bawah komando Arung Palakka. Akhirnya tidak kuat menahan gempuran VOC dan pasukan Kerajaan Bone, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Dengan perjanjian itu, Sultan Hasanuddin harus mengakui monopoli VOC yang selama ini ditentangnya. Selain itu, dia juga harus mengakui Arung Palakka menjadi Raja Bone. Wilayah Kerajaan Gowa pun dipersempit. Baca juga Ini Penyebab Atap Bandara Sultan Hasanuddin Keluarkan Asap Tebal Sultan Hasanuddin Mendapat Julukan Ayam Jantan dari Timur Akan tetapi, semua itu tidak memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, namun sayangnya tidak membuahkan hasil yang maksimal. Sehingga, VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan. Walau tidak dapat mengusir bangsa barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai wafat pada 12 Juni 1670 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Selama perlawanan, Sultan Hasanuddin diberi julukan De Haantjes van Het Oosten yang berartiAyam Jantan dari Timur. Julukan itu diberikan karena semangat dan keberaniannya dalam menentang monopoli yang dilakukan VOC. Baca juga Libur Panjang, Bandara Sultan Hasanuddin Catat Trafik Penumpang Tertinggi Sultan Hasanuddin Sebagai Pahlawan Nasional Melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973 tanggal 16 November 1973,Sultan Hasanuddin dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Namanya juga disematkan menjadi nama universitas negeri Universitas Hasanuddin dan nama bandara, yaitu Sultan Hasanuddin Internasional Airport. Sumber dan Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Berkatpolitik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi. Berikut ini daftar penguasa Kesultanan Banten menurut catatan sejarah Wikipedia: 1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah pada tahun 1552 - 1570. 2.
Biografi Sultan Hasanuddin – Sultan Hasanuddin merupakan salah satu raja dari timur yang populer berkat kegigihannya melawan Belanda pada masa penjajahan. Perjuangan besarnya yang membuat Belanda kewalahan adalah menolak monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie VOC. Selama masa kepemimpinannya, Sultan Hasanuddin juga telah berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kerajaan Islam Gowa. Tidak hanya itu, dia bahkan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil untuk bersatu memerangi penjajah. Kegigihan Sultan Hasanudin ini membuatnya mendapatkan julukan De Haantjes van Het Osten dari Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur. Berikut ini dipaparkan mengenai biografi singkat dan riwayat perjuangan dari Sultan Hasanuddin. Latar Belakang Keluarga Sultan HasanuddinPolemik Arung Palakka dalam Perang MakassarRekomendasi Buku & Artikel TerkaitKategori Biografi Pahlawan IndonesiaMateri Terkait Lukisan Sultan Hasanuddin. Berdasarkan daftar raja-raja Gowa yang dimuat dalam buku Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVII yang ditulis oleh Ahmad M. Sewang, Sultan Hasanuddin merupakan Raja Gowa ke-16, atau Sultan Gowa ke-3 sejak kerajaan ini mulai memeluk Islam. Hasanuddin lahir di Gowa pada 12 Januari 1631 dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Dia adalah putra mahkota Sultan Malik as-Said atau Malikulsaid 1639–1653 dengan I Sabbe To’mo Lakuntu. Kakek Hasanuddin, Sultan Alauddin 1593–1639 adalah Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, dia juga pandai berdagang. Inilah yang menyebabkannya memiliki jaringan dagang yang bagus hingga Makassar, bahkan dengan orang asing. Hasanuddin kecil mendapatkan pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil, dia sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan bisa menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang. Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi untuk mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan. Ketika memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa. Ada dua versi sejarah yang menjelaskan pengangkatannya menjadi raja, yaitu saat dia berusia 24 tahun atau pada 1655 dan saat dia berusia 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari perbedaan tahun, Sultan Malikussaid telah berwasiat supaya kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin. Selain dari ayahnya, dia memperoleh bimbingan mengenai pemerintahan melalui Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang. Sultan Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan Bone yang kelak akan berkongsi dengan Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan Gowa. Seperti yang dicatat dalam buku Peristiwa Tahun-Tahun Bersejarah Daerah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV 1985, Sultan Malikusaid wafat pada 6 November 1653. Hasanuddin pun naik takhta sebagai raja baru dan langsung membawa kerajaan mencapai puncak kejayaan, termasuk menguasai jalur perdagangan utama di Nusantara bagian timur. Namun, masa-masa keemasan itu mulai terancam sejak orang-orang Belanda berbendera VOC menyambangi Sulawesi bagian selatan pada pertengahan abad ke-17. VOC tergiur ingin menguasai perdagangan di kawasan yang sangat strategis tersebut. Belanda berharap kebijakan Sultan Hasanuddin lebih lunak daripada mendiang ayahnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sagimun Mulus Dumadi dalam buku berjudul Sultan Hasanuddin Menentang VOC 1986, Hasanuddin memberikan izin kepada tiga orang Belanda untuk tinggal di Somba Opu, ibu kota Kesultanan Gowa saat itu. Ternyata, kebaikan hati sang sultan disalahgunakan. Orang-orang Belanda tersebut tertangkap basah telah mengirimkan surat ke Batavia. Dalam surat itu disebutkan bahwa pihak VOC diminta melakukan persiapan untuk melancarkan serangan ke Kesultanan Gowa pada tahun berikutnya. Terang saja Sultan Hasanuddin murka dan merasa kecolongan. Dia kemudian bergegas memerintahkan pembangunan benteng-benteng pertahanan untuk mengantisipasi serbuan pasukan Belanda yang kemungkinan besar akan segera datang. Polemik Arung Palakka dalam Perang Makassar Sehubungan dengan semakin meningkatnya tekanan Kompeni Belanda, pada suatu malam, tepatnya pada Februari 1660, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette, selaku pejabat yang dipercaya oleh Kesultanan Makassar untuk memimpin orang Bone. Sultan Hasanuudin meminta agar Tobala Arung Tanette bisa menggalang kekuatan orang Bone guna memperkuat pertahanan Makassar yang akan berhadapan dengan Kompeni Belanda. Dalam pembicaraan itu, Tobala Arung Tanette mengatakan bahwa dia selaku pemimpin orang Bugis Bone dan demi menjaga harga diri dan martabat orang Bugis Bone, Tobala berjanji, bahwa dia bersama dengan orang Bugis Bone akan berperang bersama Sultan Hasanuddin dalam melawan Kompeni Belanda yang ingin menaklukkan Makassar sebagai bandar niaga maritisme terbesar di Kepulauan Nusantara Bagian Timur waktu itu. Sebagai buktinya, Tobala segera memimpin 1000 orang Bugis Bone untuk pergi menjaga wilayah-wilayah yang berada di belakang wilayah Makassar dalam rangka bersiap siaga atas gerak gerik dari pasukan Kompeni Belanda. Selain itu, Tobala juga bertugas untuk melaporkan setiap usaha Kompeni Belanda yang ingin membujuk orang Bugis untuk bersatu melawan Makassar. Sementara itu, pihak Kompeni Belanda telah mendapatkan laporan dari seorang pemberontak dari Bugis Mandar di Manado, bahwa beberapa bangsawan Makassar mengeluhkan akan sikap keras yang ditunjukkan oleh Sultan Hasanuddin selaku pemimpin mereka. Laporan orang Bugis Mandar ini diperkuat lagi oleh laporan yang dibawa oleh utusan Kompeni Belanda yang datang ke istana Makassar. Utusan Kompeni Belanda ini bernama Willem Bastingh. Laporan itu menambahkan bahwa pasukan bayaran Makassar dari Banda juga siap membantu Kompeni Belanda jika Kompeni Belanda ingin melakukan serangan ke Makassar. Dengan laporan ini, Kompeni Belanda merasa cukup lega karena jalan untuk menaklukkan Makassar sebagai bandar niaga maritim terbesar di Kepulauan Nusantara bagian timur, yang selama ini telah menjadi batu sandungan bagi Kompeni Belanda dalam upaya meraih posisi sebagai penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara akan segera terwujud. Setelah mendapatkan informasi ini, pada pertengahan tahun 1660 itu juga, Kompeni Belanda mengirimkan sebuah ekspedisi untuk menguji kekuatan Makassar. Kompeni Belanda dalam ekspedisi itu berhasil merebut Pelabuhan Panakukang. Setelah berhasil merebut Pelabuhan Panakukang dari tangan Makassar, Kompeni Belanda menempatkan empat kapal perang dengan senjata lengkap dan dua sekoci untuk mengamankan Benteng Panakukang dari Penguasa Makassar. Selain itu, Kompeni Belanda juga telah menyiapkan persediaan makanan selama lima bulan untuk mendukung pasukan Belanda yang bertugas mengawal dan mengamankan Benteng Panakukang ini dari Penguasa Makassar. Menurut informasi dari Speelman, Sultan Hasanuddin sangat menyalahkan Karaeng Sumanna selaku pejabat Makassar yang bertanggung jawab dalam menangani pasukan Bone di bawah pimpinan Tobala Arung Tanete. Atas dasar itu, Sultan Hasanuddin mengganti Karaeng Sumanna dengan Karaeng Karunrung. Kebijakan ini diambil oleh Sultan Hasanuddin dengan harapan Kesultanan Makassar tidak dipermalukan lagi oleh Kompeni Belanda. Karaeng Karunrung memang sangat serius untuk melakukan mobilisasi atas orang Bone. Karaeng Karunrung langsung memberikan perintah kepada Tobala Arung Tanette untuk membawa orang Bone ke Makassar guna bekerja membantu pertahanan Makassar. Atas perintah Karaeng Karunrung itu, Tobala Arung Tanette berhasil membawa orang Bone ke Makassar. Orang Bone yang berjumlah sekitar tanpa memandang usia, baik tua, maupun muda, semuanya diseret paksa berjalan melintasi daerah bergelombang dan gunung-gunung tinggi menuju Makassar. Sesampainya di Makassar, mereka dibagi berkelompok-kelompok dan bekerja bergiliran berdasarkan kelompoknya masing-masing. Mereka itu diberi tugas untuk menggali parit di sepanjang garis pertahanan di pantai pelabuhan Makassar, dari benteng paling selatan Barombong hingga ke benteng paling utara Ujung Tana. Selama di Makassar, hak-hak orang Bone sebagai pekerja sering dilanggar oleh pihak Kesultanan Makassar dan penderitaan orang Bone semakin bertambah ketika mandor-mandor yang mengawasi mereka bekerja bersikap kasar kepada orang Bone yang sedang bekerja. Akibatnya, banyak orang Bone yang jatuh sakit dan melarikan diri, karena mereka sudah tidak tahan lagi dengan penderitaan mereka sebagai pekerja parit. Masalah ini ditanggapi dengan serius oleh Karaeng Karunrung. Karaeng Karunrung mengambil tindakan dengan mempekerjakan para bangsawan Bone bersama-sama dengan rakyat mereka demi mencapai target yang diinginkan. Arung Palakka termasuk ke dalam para bangsawan Bone yang diturunkan mengawasi orang Bone dalam mengerjakan parit tersebut. Pada suatu hari, Arung Palakka menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri kekejaman mandor atas orang Bone yang sedang bekerja. Mandor menangkap dan memukuli orang Bone itu di depan Arung Palakka. Arung Palakka merasa tidak tahan melihat derita yang dialami oleh orang Bone ketika sedang bekerja. Dia berusaha memengaruhi dan meyakinkan Tobala Arung Tanette beserta bangsawan Bone lainnya untuk melarikan diri dari pekerjaan itu. Arung Palakka berhasil memengaruhi dan meyakinkan mereka. Setelah sepakat untuk melarikan diri, mereka mununggu waktu yang tepat untuk melarikan diri. Hari yang ditunggu pun datang, yaitu hari libur pasca panen. Pada hari itu orang Makassar sedang merayakan hari panen yang diadakan di wilayah Tallo. Para mandor dan orang Makassar pada umumnya sedang sibuk dengan keramaian yang diadakan di Tallo. Dalam kondisi seperti inilah, orang Bone di bawah pimpinan Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette berhasil meninggalkan Makassar dan bergerak terus menuju Bone. Mereka membutuhkan waktu selama empat hari untuk bisa sampai di Bone. Perjalanan selama empat hari itu, mereka tempuh dengan penuh kelelahan. Setelah sampai di Bone, atas persetujuan semua pihak, disusunlah rencana pemberontakan secara besar-besaran atas Kesultanan Makassar berkaitan dengan perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak Kesultanan Makassar atas orang Bone yang sedang bekerja siang dan malam dalam menggaliparit demi memperkuat pertahanan Kesultanan Makassar dalam menghadapi Kompeni Belanda. Pemberontakan orang Bone ini dipimpin langsung oleh Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette. Sekitar orang Bugis Bone dan Soppeng telah dipersiapkan oleh Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette guna melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Makassar yang telah memperlakukan orang Bone dengan cara-cara yang kurang manusiawi. Setelah mengetahui gerakan ini, Sultan Hasanuddin mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Karaeng Sumanna untuk menumpasnya. Pada awalnya, Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette berhasil membendung pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Sumanna. Namun, setelah pasukan Makassar mendapat bantuan dari Wajo, Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette mengalami kekalahan. Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette melakukan gerak mundur. Pasukan Makassar dan Wajo mengejar terus dan terjadi lagi pertempuran terbuka di daerah Bone Utara pada 11 Oktober 1660. Dalam pertempuran ini, Tobala tewas di tangan pasukan Makassar dan Wajo, sedangkan Arung Palakka berhasil meloloskan diri dan mengungsi ke Pegunungan Macini. Pasukan Makassar dan Wajo tetap melakukan pengejaran terhadap Arung Palakka, tetapi mereka kehilangan jejak. Merasa tidak aman bersembunyi di daerah Bone, karena selalu menjadi incaran dari pasukan Makassar, Arung Palakka berusaha bisa keluar dari daerah Bone. Pada 25 Desember 1660, Arung Palakka didampingi Arung Bila, Datu Patojjo, Arung Appanang bersama para pengikutnya sekitar 400 orang berhasil sampai di Pantai Palette. Arung Palakka di pantai ini bersumpah akan terus berjuang untuk membebaskan Bone dan Soppeng dari kekuasaan Makassar. Setelah bersumpah, berlayarlah Arung Palakka bersama para pengikutnya menuju wilayah Buton. Sultan Buton menerima baik kedatangan Arung Palakka beserta pengikutnya dan bersedia memberikan perlindungan kepada mereka. Arung Palakka di kemudian hari memutuskan berangkat ke Batavia untuk membangun kerja sama dengan Kompeni Belanda dalam upaya membebaskan Bone dan Soppeng darikekuasaan Makassar. Pihak Kompeni Belanda menerima baik tawaran kerja sama ini dan menempatkan pengikut Arung Palakka untuk bermukim di Muara Angke. Tiga tahun kemudian, Arung Palakka bersama Kompeni Belanda sudah siap menghadapi Makassar sebagai musuh bersama mereka dengan kepentingan yang berbeda. Arung Palakka memerangi Makassar karena ingin membebaskan Bone dari kekuasaan Makassar, sedangkan Kompeni Belanda menyerang Makassar dalam rangka ingin mengokohkan dirinya sebagai penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Sesuai rencana, pada 24 November 1666, Cornelis Speelman dan Arung Palakka berlayar menuju Makassar dari Batavia siap menyerang Makassar. Pasukan Speelman ini terdiri atas 21 kapal dan orang prajurit 818 pelaut Belanda, 578 tentara Belanda, dan 395 pasukan pribumi. Pasukan utama pribumi berasal dari Ambon di bawah pimpinan Kapten Joncker dan dari Bugis Bone di bawah pimpinan Arung Palakka. Pada 19 Desember 1666, Speelman dan Arung Palakka sampai di pelabuhan Makassar. Sesampainya di pelabuhan Makassar, Speelman langsung memberikan ancaman kepada Sultan Hasanuddin. Selanjutnya, Speelman mengibarkan “bendera merah sebagai tanda serangan akan segera dimulai” pada 21 Desember 1966. Bersamaan dengan itu, ditembakkan dua meriam dari kapal Kompeni Belanda ke arah Benteng Somba Opu, sebagai benteng pertahanan utama Sultan Hasanuddin. Pasukan Makassar membalas serangan Kompeni Belanda itu dengan menembakkan meriam pula dari benteng Somba Opu, Panakkukang, dan Ujung Pandang. Selain itu, Sultan Hasanuddin juga mengerahkan pasukan laut untuk menyerang Kompeni Belanda. Serangan laut ini membuat Speelman menjadi kewalahan karena di luar perhitungannya. Berhubung cuaca yang kurang mendukung dan kuatnya pertahanan Sultan Hasanuddin, Speelman mengurungkan niatnya untuk menyerang terlebih dahulu. Speelman melanjutkan pelayaran menuju timur guna memperkuat kekuatan dalam rangka meruntuhkan Makassar. Speelman berlayar terus dan akhirnya sampai di Buton pada Januari 1667. Namun, terjadi pertempuran antara armada Speelman dengan pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bontomarannu. Dalam pertempuran ini, Speelman berhasil meraih kemenangan. Speelman berhasil meraih kemenangan mutlak di Buton karena orang Bugis Bone dan Soppeng yang berada di bawah komando Karaeng Bontomarannu berbalik arah melawan pasukan Makassar. Mereka tahu bahwa di dalam pasukan Speelman ada Arung Palakka yang datang dari Batavia untuk membebaskan mereka dari kekuasaan Makassar. Melihat situasi yang kurang menguntungkan ini, Sultan Hasanuddin berusaha menormalkan hubungannya dengan Bone. Sultan Hasanuddin mengeluarkan pernyataan bahwa Kerajaan Bone sudah bebas dari Kesultanan Makassar. Pernyataan ini diikuti dengan tindakan mengembalikan La Maddarameng sebagai Raja Bone yang sah. Pada Februari 1667, La Maddarameng sudah kembali menjadi Raja Bone yang sah seperti yang dulu lagi. Kebijakan Sultan Hasanuddin ini belum mampu membuat Bone kembali percaya kepada Sultan Hasanuddin. Setelah diangkat kembali sebagai Raja Bone, La Maddrameng berkata kepada rakyat Bone bahwa dia menjadi raja hanyalah untuk sementara waktu, yaitu sampai datangnya Arung Palakka untuk menggantikannya. Dalam situasi seperti ini, berangkatlah Speelman dan Arung Palakka bersama pasukannya dari wilayah Buton dan siap melakukan perang terbuka dengan Sultan Hasanuddin dan Karaeng Karunrung. Tanggal 19 Juni 1667, mereka semua berlayar menuju Makassar dengan tujuan yang sudah bulat, yaitu meruntuhkan kejayaan Makassar. Sesampainya di wilayah Makassar, perang pun segera berkecamuk. Perang ini berlangsung selama dua tahun. Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan total setelah Speelman dan Arung Palakka berhasil meruntuhkan dan menguasai Benteng Somba Opu pada 24 Juni 1969. Makam Sultan Hasanuddin di Sungguminasa, Gowa. Dalam catatan sejarah, Kompeni Belanda mengakui bahwa Perang Makassar merupakan perang yang begitu hebat dalam upaya menjadi penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Ketangguhan dan kegigihan Sultan Hasanuddin dalam Perang Makassar sangat diakui oleh Kompeni Belanda. Mereka menggelarinya dengan julukan istimewa, yaitu “Ayam Jantan dari Timur”, De Haantjes van Het Osten. Beberapa sejarawan ada yang menafsirkan jika Belanda tidak dibantu dengan pasukan Arung Palakka, mereka tidak akan mampu mengalahkan Kesultanan Makassar saat itu. Hal ini dikarenakan Makassar memiliki angkatan laut yang sangat tangguh. Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Biografi Sultan Hasanuddin Latar Belakang Keluarga dan Riwayat Perjuangannya. Menghargai jasa para tokoh-tokoh bangsa, seperti halnya Pangeran Diponegoro tidak hanya dengan mengenang dalam hati dan berterima kasih, melainkan juga dengan meneladani sikap dan perbuatan mereka. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di untuk memperoleh referensi tentang para pahlawan-pahlawan yang lain, mulai dari latar belakang kehidupannya, pendidikan, dan riwayat perjuangannya. Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang sejarah Indonesia agar bisa memaknainya secara penuh. Selamat membaca. Temukan hal menarik lainnya di Gramedia sebagai SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds. Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Kategori Biografi Pahlawan Indonesia Buku Autobiografi Buku Biografi Ir. Soekarno Buku Biografi Jackma Buku Biografi Jokowi Buku Orang Sukses Materi Terkait Biografi RA Kartini Biografi Cut Nyak Dien Biografi Gus Dur Biografi Ki Hajar Dewantara Biografi Pattimura Biografi Ir. Soekarno Biografi WR Supratman Biografi Jendral Soedirman BACA JUGA 6 Pahlawan Kemerdekaan yang Sangat Menginspirasi Biografi Ir. Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Riwayat Hidup dan Perjuangannya Biografi Supratman, Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya Pasca Proklamasi, Mengapa Bangsa Indonesia Harus Mempertahankan Kemerdekaan? Sejarah dan Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Indonesia ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
KehidupanPolitik Kerajaan Banten. Sultan pertama yang memerintah kerajaan Banten adalah Sultan Hasanuddin, beliau memerintah dari tahun 1522-1570 M. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan dan juga berhasil memperluas kekuasaan ke daerah Lampung yang merupakan daerah penghasil lada. pada
Mahasiswa/Alumni Institut Teknologi Nasional Malang23 Juli 2022 0300Jawaban yang tepat adalah memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak pelajar yang datang untuk belajar agama ke Banten. Yuk disimak penjelasannya. Pada awal berkembangnya, Banten merupakan daerah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Sekitar 1524, wilayah Banten berhasil dikuasai oleh kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Akhirnya Banten memutuskan untuk melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar. Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar kerajaan Banten. Sultan Maulana Hasanuddin memerintah pada tahun 1552 sampai 1570 Masehi. Letaknya di tanah Sunda, di ujung barat pulau Jawa, menjadikan Kerajaan Banten semakin strategis untuk urusan perdagangan. Selain itu Sultan Hasanuddin juga melakukan perkembangan di bidang sosial. Beliau memfokuskan pada kebudayaan dan pendidikan Islam sehingga banyak pelajar yang tertarik datang ke Banten untuk mempelajari agama Islam. Jadi, perkembangan kerajaan Banten di bidang sosial pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin adalah memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak pelajar yang datang ke Banten untuk mempelajari agama Islam.
- Էቻеሄէቪፓτ հωдудαշаշ
- መиፋезаχачи ሦ σ
- Сюպի բаչο βαይ
- Др ρицεтвиχ ιдоյጿклеμ ጌιዒեጄыኀሊ
- ኡδентըброх рсеዉιζ
SultanAgung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam
- Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar adalah salah satu kerajaan Islam terbesar yang ada di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan sama, yaitu Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa didirikan oleh Tumanurung Bainea pada awal abad abad ke-15, kerajaan ini terbelah menjadi dua, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, Gowa dan Tallo bersatu dan sejak saat itu disebut sebagai Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar. Pada akhir abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan berubah menjadi kesultanan. Raja Kesultanan Gowa-Tallo pertama yang memeluk Islam adalah I Mangarangi Daeng Manrabbia 1593-1639 dengan gelar Sultan Alauddin I. Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Di bawah kekuasaannya, kerajaan ini dikenal sebagai negara maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. Sultan Hasanuddin juga memimpin perjuangan melawan penjajah di daerah Makassar. Baca juga Kerajaan Gowa-Tallo Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan Keruntuhan Raja-raja Kerajaan Gowa-Tallo Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna ...-1546 M I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga 1546 -1565 M I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo 1565-1590 M I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasulu 1593 M Sultan Alauddin I 1593-1639 M Sultan Malikussaid 1639-1653 M Sultan Hasanuddin 1653-1669 M Sultan Amir Hamzah 1669-1674 M Sultan Mohammad Ali 1674-1677 M Sultan Abdul Jalil 1677-1709 M Sultan Ismail 1709-1711 M Sultan Najamuddin 1711-…. Sultan Sirajuddin ….-1735 M Sultan Abdul Chair 1735-1742 M Sultan Abdul Kudus 1742-1753 M Sultan Maduddin 1747-1795 M Sultan Zainuddin 1767-1769 M Sultan Abdul Hadi 1769-1778 M Sultan Abdul Rauf 1778-1810 M Sultan Muhammad Zainal Abidin 1825-1826 M Sultan Abdul Kadir Aididin 1826-1893 M Sultan Muhammad Idris 1893-1895 M Sultan Muhammad Husain 1895-1906 M Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin 1906-1946 M Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin 1956-1978 M Sultan Alauddin II 2011-2020 M Andi Kumala Andi Idjo 2020-sekarang Baca juga Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten Raja Gowa-Tallo yang terkenal Sultan Malikussaid 1639-1653 M Awal mula kejayaan Kesultanan Gowa-Tallo tidak lepas dari peran Karaeng Patingalloang, seorang mangkubumi yang menjalankan kekuasaan pada 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid yang kala itu masih kecil. Saat Karaeng Patingalloang menjabat sebagai mangkubumi, nama Kerajaan Makassar menjadi terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya. Bersama Sultan Malikussaid, ia berkongsi dengan beberapa para pengusaha dagang dari Spanyol dan Portugis. Berkat kepandaiannya, Karaeng Patingalloang bahkan dijuluki sebagai cendekiawan dari Kerajaan Makassar. Karaeng Patingalloang wafat pada 17 September 1654 ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Sebelum wafat, dirinya telah memersiapkan sekitar 500 kapal untuk menyerang juga Kerajaan Islam di Sulawesi Sultan Hasanuddin 1653-1669 M Masa kejayaan Gowa-Tallo diraih ketika pemerintahan Sultan Hasanuddin yang naik takhta pada 1653 M. Pada masa kejayaannya, Makassar berhasil memperluas wilayah kekuasaan dengan menguasai daerah-daerah subur serta daerah yang menunjang keperluan perdagangan. Perluasan daerah ini bahkan sampai ke Nusa Tenggara Barat dan Kerajaan Gowa-Tallo dikenal sebagai negara maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. Sementara perkembangan kerajaan di bidang sosial masa pemerintahan Sultan Hasanudin adalah memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten. Sultan Hasanuddin adalah sosok raja yang sangat anti terhadap dominasi asing. Oleh karena itu, dirinya menentang kehadiran VOC yang kala itu telah berkuasa di Ambon. Sultan Hasanuddin kemudian mempimpin peperangan melawan VOC di daerah Maluku dan berhasil memporak-porandakan pasukan Belanda. Menyadari kedudukannya semakin terdesak, Belanda berupaya mengakhiri peperangan dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone daerah kekuasaan Makassar. Siasat politik adu domba yang dijalankan Belanda berhasil hingga Raja Bone yaitu Aru Palaka, akhirnya mau bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar. Setelah bertahun-tahun berperang, Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667. Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan Makassar, tetapi harus diterima Sultan Hasanuddin. Dua hari setelah perjanjian itu, Sultan Hasanuddin turun takhta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Amir Hamzah. Perjanjian Bongaya menjadi awal kemunduran Kerajaan Gowa-Tallo. Pasalnya, raja-raja setelah Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan. Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Padatahun 1636, Sultan Iskandar Muda mangkat dan digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Sayangnya, pada masa pemerintahannya kontrol pemerintahan tidak berjalan dengan baik sehingga banyak yang masih kurang royal terhadap kerajaan Aceh. Dalam sejarahnya, perkembangan pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Aceh meliputi :
- Maulana Hasanuddin adalah pendiri Kesultanan Banten yang berkuasa pada 1552-1570 Masehi. Selain sebagai sultan pertama Banten, Maulana Hasanuddin juga merupakan sosok pelopor sejarah syiar Islam di wilayah dari The Sultanate of Banten 1990 karya Hasan Muarif Ambary dan Jacques Dumarçay, Maulana Hasanuddin memperoleh gelar Pangeran Sabakingkin atauSeda Kinkin. Pemberi gelar itu adalah kakeknya, yaitu Prabu Surosowan, Bupati Hasanuddin adalah putra dari Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati 1479-1568 M, penguasa Kesultanan Cirebon yang juga menjadi salah satu anggota Wali Songo, majelis penyebar Islam di Jawa pada era Kesultanan Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo 2012, pada suatu ketika Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dari Cirebon menempuh perjalanan ke barat menuju Banten. Di Banten, Sunan Gunung Jati berhasil mengajak bupatinya, Prabu Surosowan atau Ki Gedeng, beserta rakyatnya untuk memeluk Islam. Sunan Gunung Jati kemudian menyunting putri Prabu Surosowan yang bernama Nyi ini melahirkan anak perempuan dan anak laki-laki, yakni Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingkin alias Maulana Hasanuddin. Baca juga Sejarah Sunan Gunung Jati Ulama Wali Songo & Sultan Cirebon Sejarah Kesultanan Banten dan Daftar Raja yang Pernah Berkuasa Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon Kerajaan Islam Sunda Pertama Sejarah Hidup Maulana Hasanuddin Setelah Prabu Surosowan wafat, posisi pemimpin Banten dilanjutkan oleh putranya yang bernama Pangeran Arya Surajaya atau Prabu Pucuk Umun, yang juga paman dari Pangeran Sabakingkin alias Maulana Gunung Jati kemudian kembali ke Cirebon. Sedangkan Pangeran Sabakingkin berkelana untuk memperdalam ilmu dan ajaran keislamannya. Adapun Prabu Pucuk Umun adalah pemeluk ajaran Sunda ketika, Pangeran Sabakingkin atau Maulana Hasanuddin menghadap ayahnya di Cirebon. Ia kemudian diberi mandat untuk menyebarkan Islam yang lebih luas ke tanah Banten dan Hasanuddin pun berangkat ke Banten. Namun, misinya untuk menjalankan syiar Islam di Banten ternyata mendapatkan tentangan dari pamannya sendiri, yakni Prabu Pucuk melakukan musyawarah, mereka bersepakat untuk tidak berperang secara fisik, namun diganti dengan pertarungan ayam jago. Dilansir laman Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Maulana Hasanuddin memenangkan perlombaan itu. Prabu Pucuk Umun mengaku kalah dan memberikan ucapan selamat seraya menyerahkan golok serta tombak sebagai tanda kekalahan. Penyerahan kedua senjata pusaka Banten itu juga sebagai simbol bahwa kekuasaan wilayah Banten yang semula dipegang oleh Prabu Pucuk Umun kepada Maulana juga Sejarah Sumedang Larang Masa Jaya Kerajaan Islam di Tanah Sunda Sejarah Kesultanan Demak Kerajaan Islam Pertama di Jawa Sejarah Kerajaan Sunda Galuh, Keruntuhan, & Peninggalan Pajajaran Memimpin Pemerintahan di Banten Prabu Pucuk Umun bersama beberapa pengikutnya kemudian pergi untuk menuju ke Ujung Kulon di Banten Selatan. Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Konon, mereka adalah cikal-bakal orang Kanekes atau orang-orang Suku para pengikut Prabu Pucuk Umun lainnya yang memilih bertahan di Banten menyatakan masuk Islam di hadapan Maulana era Maulana Hasanuddin yang kemudian memerdekakan Banten menjadi kesultanan pada 1568 M, kerajaan bercorak Islam ini mencapai kemajuan di berbagai bidang. Sektor perdagangan menjadi tumpuan utama Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin. Komoditas utamanya adalah lada yang sudah dikirim ke berbagai wilayah di oleh Muslimah berjudul "Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan Banten Periode 1552-1935" dalam Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 2017 menyebutkan, Maulana Hasanuddin memerintah Banten hingga wafatnya pada juga Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit? Sejarah Masjid Tua Katangka Al-Hilal Peninggalan Kesultanan Gowa Akulturasi Budaya dalam Sejarah Keraton Kasepuhan Cirebon - Sosial Budaya Kontributor Syamsul Dwi MaarifPenulis Syamsul Dwi MaarifEditor Iswara N Raditya
Dinasid. 17/03/2022. Soal Perkembangan Masyarakat, Pemerintahan, Budaya Pada Masa Kerajaan Islam di Indonesia - Halo sobat Dinas.id, inilah rekomendasi contoh Soal-soal Sejarah Indonesia Kelas 10, X KD 3.8 SMA Ujian Akhir Semester (UAS), soal Ujian Tengah Semester (UTS) genap, ganjil, gasal. Yuk, pelajari kumpulan contoh soal-soal sesuai
- Sejarah Kesultanan Gowa-Tallo dimulai dari masa pra-Islam hingga masa Islam. Kerajaan yang berpusat di Makassar ini mengalami masa kejayaan di era pemerintahan Sultan Hasanuddin 1653-1669 M.Pada awalnya, Gowa-Tallo bukanlah kerajaan yang menganut kepercayaan Islam. Namun, pertama-tama disebut sebagai Kerajaan Gowa yang dikenal sebagai periode Gowa-Tallo pra-Islam. Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa terpecah menjadi dua kekuasaan ketika terjadi perang saudara antara kedua anak Tonatangka Lopi 1420-1445 M. Putra-putranya yang bernama Batara Gowa dan Karaeng Loe Ri Sero saling berseteru merebut jabatan raja catatan William dalam “Islam, Empire and Makassarese Historiography in the Reign of Sultan Alauddin 1593-1639” yang termuat di Journal of Southeast Asian Studies 2007, terungkap bahwa Batara Gowa ketika itu berhasil memenangkan konflik. Kendati kalah, Karaeng Lo akhirnya mendirikan kerajaan sendiri dengan nama Tallo. Pertikaian pun mereda hingga akhirnya menjadi satu kesatuan kembali dengan nama Kerajaan Gowa-Tallo. Perjalanan Gowa-Tallo menjadi kesultanan dimulai sejak akhir abad ke-16. Pemimpin-pemimpin yang sebelumnya hanya disebut raja, setelah masa ini diberi dengan gelar Sultan. Nama gelar raja Islam pertamanya adalah Sultan Alauddin I yang memimpin sejak 1593 hingga 1639 M. Sedangkan masa kejayaannya, baru dirasakan ketika Sultan Hasannudin mengepalai sebagai raja ketiga, yakni pada 1653 sampai 1669 M. Masa Kejayaan Era Sultan HasanuddinKejayaan Gowa-Tallo masa Islam terjadi pada era Sultan Hasanuddin atau biasa disebut Ayam Jantan dari Timur. Pada masa pemerintahannya, Gowa-Tallo punya peran besar dalam aktivitas perdagangan di seantero Nusantara, lebih tepatnya bagian timur. Seperti dijelaskan dalam materi pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X 20209 karya Mariana, terungkap bahwa kehidupan ekonomi Gowa-Tallo ketika itu mengandalkan sistem kelautan. Kesultanan ini bukan hanya menjadi pusat perdagangan Nusantara, namun juga masyarakat internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark. Melihat kemajuan Gowa-Tallo, pihak Belanda yang ketika itu dikenal dengan nama VOC, ternyata tertarik untuk merebut kekuasaan kerajaan Islam ini di tanah Timur. Seperti yang dicatat Mariana, Belanda akhirnya berseteru dengan Sultan Hasanuddin beserta pasukannya. Perseteruan ini menimbulkan peperangan-peperangan di sekitar Sulawesi Selatan. Sedangkan masa berakhirnya pertempuran, disimbolkan pada 1667, tepat ketika diadakannya sebuah Perjanjian Bongaya. Menurut Agus Supangat dalam Sejarah Maritim Indonesia 2006, perjanjian yang telah digelar ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan pihak Sultan Hasanuddin dan para rakyatnya. Diantaranya isi perjanjian tersebut adalah VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli dalam perdagangan di Timur, seluruh bangsa BHaarat musti pergi dari Gowa terkecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan menebus denda perang yang selama ini terjadi. Perlawanan dari Sultan Hasannudin pun muncul lagi di tahun-tahun berikutnya, namun tidak mendapatkan hasil terbaik sehingga VOC tetap mendominasi wilayah Makassar. Cikal bakal runtuhnya Gowa-Tallo diklaim karena adanya perjanjian tersebut, terlebih lagi ketika Sultan Hasannudin selaku kepalanya meninggal dunia pada 12 Juni 1670. - Pendidikan Kontributor Yuda PrinadaPenulis Yuda PrinadaEditor Agung DH
Beliaudikenal sebagai Sultan Hasanuddin, yang dijuluki "Ayam Jantan Dari Timur". Raja Gowa ke-16 yang memerintah kerajaan gowa tahun 1653-1669 menggantikan ayahnya Sultan Malikussaid yang memerintah pada tahun 1639-1653. I Mallombasi, nama kecil dari Sultan Hasanuddin yang dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1631.
- Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan. Salah satu faktor kemajuan dari Kesultanan Banten adalah posisinya yang strategis, yaitu di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten. Ibu kota Kesultanan Banten adalah Surosowan, Banten Lama, Kota Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad ke-16. Kendati demikian, Sunan Gunung Jati tidak pernah bertindak sebagai raja. Raja pertama Kesultanan Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin, yang berkuasa antara 1552-1570 M. Sedangkan masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung ketika pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683 M. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan perang Banten untuk melawan VOC. Hal itu pula yang kemudian mendorong Belanda melakukan politik adu domba hingga menjadi salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Banten. Baca juga Sejarah Berdirinya Kerajaan Banten Sejarah singkat Kerajaan Banten Sebelum periode Islam, Banten adalah kota penting yang masih dalam kekuasaan Pajajaran. Pada awalnya, penguasa Pajajaran bermaksud menjalin kerjasama dengan Portugis untuk membantunya dalam menghadapi orang Islam di Jawa Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan Majapahit. Namun, sebelum Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan, pelabuhan Banten telah diduduki oleh orang-orang Islam. Sunan Gunung Jati berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M. Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari nusantara. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja. Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Sejak saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten. Baca juga Raja-Raja Kerajaan Banten Perkembangan agama Islam dan kehidupan sosial Kerajaan Banten Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten. Bahkan Banten mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di nusantara, khususnya di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan. Menurut catatan sejarah Banten, sultan yang berkuasa masih keturunan Nabi Muhammad, sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman rakyatnya. Meski ajaran Islam memengaruhi sebagian besar aspek kehidupan, masyarakatnya telah menjalankan praktik toleransi terhadap pemeluk agama lain. Terlebih lagi, banyak orang India, Arab, Cina, Melayu, dan Jawa yang menetap di Banten. Salah satu bukti toleransi beragama pada masa pemerintahan Kesultanan Banten adalah dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada 1673 sosial masyarakat Banten semakin makmur pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, sultan sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, salah satu caranya dengan menerapkan sistem perdagangan bebas. Baca juga Kerajaan Pajajaran Berdirinya, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan Kehidupan ekonomi Kerajaan Banten Sebelum menjadi kesultanan, Banten merupakan penghasil rempah-rempah lada yang menjadi komoditas perdagangan. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, hal itu dimanfaatkan untuk mengembangkan Banten menjadi bandar perdagangan yang lebih besar. Setelah Sultan Maulana Yusuf berkuasa, menggantikan Maulana Hasanuddin, sektor pertanian juga dikembangkan untuk mendukung perekonomian rakyatnya. Masa kejayaan Kerajaan Banten Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten di antaranya, sebagai berikut. Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan Banten dijadikan tempat perdagangan internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan dari kerajaan lain dan serangan pasukan Eropa Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Di bawah kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat. Baca juga Kerajaan Galuh Berdirinya, Raja-raja, dan Peninggalan Kemunduran Kerajaan Banten Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda melakukan politik adu domba. Politik adu domba ditujukan kepada Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat konflik. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya. Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten. Meski Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten. Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan rakyat semakin berat. Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan setelahnya terus diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19. Untuk mengatasi hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan Banten. Peninggalan Kerajaan Banten Masjid Agung Banten Masjid Kasunyatan Benteng Keraton Surosowan Masjid Pacinan Benteng Speelwijk Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
yrbC. vlh1t7okj4.pages.dev/2vlh1t7okj4.pages.dev/28vlh1t7okj4.pages.dev/372vlh1t7okj4.pages.dev/153vlh1t7okj4.pages.dev/213vlh1t7okj4.pages.dev/158vlh1t7okj4.pages.dev/8vlh1t7okj4.pages.dev/77vlh1t7okj4.pages.dev/323
perkembangan kerajaan di bidang sosial masa pemerintahan sultan hasanudin adalah